Benarkah Ini Jodoh?

Di hari Senin siang sepulang sekolah, dari sekian banyak kata yang terdaftar di KBBI ー hanya ada satu kata yang terbayang-bayang: Jodoh...?

Saat itu saya hendak menyeberang dari sekolah ke jalan yang searah dengan tempat parkir. Di pertengahan jalan, saya terpaksa berhenti menunggu motor terakhir untuk melewati saya. Tapi siapa sangka? Si pengendara ーyang baru saya sadari sesampainya di rumahー sedikit melambat lalu membuka kaca helmnya dengan tangan kanan.

Olala!

Itu, itu, itu!!!!!

Begitulah yang terjadi di pikiran saya, mendadak hanya kata itu yang muncul dan sel-sel otak saya nampaknya mengalami konslet.

Itu siapa, ya? Itu kakak kelas. Tampan, tinggi, putih, pintar, dan mungkin baik juga berbakti. Habis, isi tweetnya lebih banyak ke arah keluarga, terutama Ibunya. Followersnya sedikit, lebih sering membalas tweet teman-teman ceweknya, ngobrol tentang cita-cita dengan teman jauhnya, tapi meski saya sudah menghembuskan napas kuat-kuat untuk nge-tweet kurang lebih: "Kak, followback?"
Ya, gak pernah dibalas, apalagi difollowback.

Butuh perjuangan dan keberuntungan untuk mencari twitternya di akhir semester satu mengingat twitter kelas dua belas tempatnya belum muncul. Butuh perhatian ekstra mencarinya di koridor sekolah. Walaupun, sejauh apapun dia, saya tetap dapat mengenalinya dari jauh. Bahkan teman yang sering jalan dengannya harus dihapalkan ーdi mana ada dia, pasti ada kakak kelas ini.

Tetapi, menuju Ujian Nasional di bulan April 2014, dia jarang terlihat. Malah temannya yang lain ーyang lebih tampanー yang sering terlihat, dan tempo hari agak menggeser orang ini dari hati saya.

Tapi, pada tanggal 24 Maret 2014, di hari Senin, sekitar pukul 12 yang terik, di pertengahan jalan, di depan sekolah, di saat saya sudah memalingkan hati ーkenapa dengan cara yang tidak terduga-duga kami bisa bertemu?

Padahal, sebelum melihat temannya yang lebih tampan, saya dan teman saya ーyang lebih dulu naksir diaー selalu berusaha mncarinya di seluruh tempat eksis di sekolah. Kantin, koperasi, taman sekolah, tempat parkir, hingga kantor guru - mereka semua saksi pertemuan kami yang dipaksakan itu. Tapi, kami bertemu secara tidak sengaja pada hari itu, bahkan saling menatap dengan waktu yang cukup lama, dengan kepolosan saya yang tak terkira, dan harus berhenti ketika dia memutuskan untuk melajukan motornya melewati saya. Dari semua wajah kakak kelas tampan yang pernah saya lihat, tapi wajah orang ini yang muncul dari kaca helmnya. Benarkah ini jodoh?

『“Bisa saling bertemu adalah sebuah jodoh, namun butuh perjuangan untuk menjalin jodoh tersebut.”』

Begitulah pesan dari sebuah drama di DaAi TV. Sebagai seorang wanita, saya tak punya keberanian sehebat wanita-wanita Jepang yang dapat mengirim surat cinta kepada pria pujaannya.

Atau mungkin, dulu saya mampu melakukannya. Itu dulu sekali. Dan sekarang kemampuan saya sudah tak sepadan dengan pria yang satu ini. Bukan teman seangkatan, sekelas, se-ekskul, hanya satu sekolah. Dan saling menatap adalah suatu berkah terindah dari-Nya yang pernah saya rasakan.

Ini mungkin sebuah jodoh.... Dalam arti hubungan yang lebih daripada sekadar adik dan kakak kelas.

Tapzi untuk saat ini ーdengan dada yang masih bergemuruh, saya hanya bisa berharap yang terbaik kepada Tuhan.

Semoga semuanya bermimpi indah malam ini. Aamiin.

Komentar